Jumat, 09 September 2016

TOL LAUT, Kesiapan Konsep, Tanpa Strategi

Menhub Ingin Kapal Langsung ke RI, Tak Perlu Transit di Singapura

http://finance.detik.com/read/2016/08/27/171033/3285015/4/menhub-ingin-kapal-langsung-ke-ri-tak-perlu-transit-di-singapura

Terkait gagasan Menhub diatas merupakan kemauan dan acuan yang sangat positif bagi negara kita, namun melihat kondisi yang ada sekarang ini kita mengetahui ada beberapa kendala yang harus dihadapi dalam rangka menuju keinginan tersebut agar dapat tercapai. Berikut pendapat saya :



1Kondisi draft pelabuhan yang belum mampu menerima kapal berukuran besar,
Apabila berbicara soal NPCT1 yang dapat menerima kapal dan telah diuji coba (New Priok Container Terminal One) terdapat artikel juga yang bersumber dari http://finance.detik.com/read/2016/08/27/162833/3284998/4/kapan-pelabuhan-new-priok-diresmikan-dirut-pelindo-awal-september-2016 yang berisikan Kapan New Priok Port diresmikan?

2. Diluar kesiapan NPCT1, sebenarnya banyak titik daerah yang masih berada dikawasan ALKI I yang masih mempunyai potensi lebih besar dibanding priok sendiri. Contohnya didaerah Kalimantan Barat yaitu Sungai Kunyit (titik daerah yang telah masuk dalam program Bapak Presiden “Nawa Cita”). Karena langsung bersebrangan langsung dengan Singapore dan Malaysia.

Kendala dan tantangannya kembali lagi pada berita beberapa hari lalu Presiden mengadakan rapat di Medan http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/08/20/oc7nqs335-jokowi-akui-poros-maritim-dunia-banyak-yang-belum-berjalan

Presiden menyebutkan sudah hampir dua tahun pemerintah membahas pembentukan poros maritim dunia. "Sampai saat ini implementasinya ada yang sudah berjalan tapi juga banyak yang belum, oleh sebab itu kita akan bicara masalah ini berkaitan percepatan implementasi poros maritim”

Kembali pada salah satu titik program Nawa Cita (Sungai Kunyit, Kalimantan Barat) informasi terupdate yang saya dapat kondisi wilayah titik yang akan dibangun di Sungai Kunyit – Kalimantan Barat pun masih belum sama sekali dibangun pelabuhan. Padahal kondisi kalimantan barat yang terdiri dari banyak potensi SDA dan industrinya yang terus meningkat dari tahun 2010 -2014, namun karena kondisi transportasi yang belum terpenuhi dengan baik tahun 2015-2016 industri untuk ekspor impor mengalami penurunan (sumber data berdasarkan https://www.bps.go.id/)

Sebagai alumni sekolah pelayaran saat ini saya dan beberapa rekan sangat pay attention terhadap program Bapak Presiden ini (Nawa Cita – Poros Maritim – Tol Laut), karena kami melihat market / pasar Indonesia yang merupakan negara kepulauan mempunyai potensi yang sangat besar dan akan berpengaruh bagi dunia Pelayaran.

Memang tidaklah mudah untuk membangun suatu pelabuhan, 2 tahun berjalannnya periode Bapak Jokowi dengan program sebesar Tol Laut merupakan PR yang sangat sulit, menurut saya untuk 3 tahun kedepan tidaklah cukup waktu untuk mewujudkannya. Pertanyaannya apakah masih dapat dilanjutkan apabila Bapak Jokowi tidak terpilih kembali menjadi presiden.

Kembali pada pelabuhan, karena proyeksi pengembangan pelabuhanpun harus melihat 5-20 tahun kedepan. (Apakah kondisi existingnya akan terus dapat bersaing?) Kita perlu mengetahui pelabuhan tidak hanya mengenai bongkar muat tapi juga bisnis, investasi, dan salah satu dampak yang berpengaruh terhadap daerah/wilayah/ region di sekitar pelabuhan dan ekonomi negara ini.

3. ALKI I, karena keinginan dan Pak Menteri diatas ingin kapal langsung menuju Priok tanpa harus ke Singapore atau Malaysia. Harus disadari bahwa wilayah Singapore dan Malaysia yang terdapat di jalur ALKI 1 yang mempunyai potensi dan kesempatan lebih besar sebagai pelabuhan Transhipment. Perlu diketahui juga di Jalur ALKI 1, Indonesia juga memiliki wilayah yang memiliki potensi lebih besar (Kalimantan Barat).

4. Dimana konsep Tol laut ini direncanakan akan membuat 24 pelabuhan di titik daerah yang telah di tentukan dan pembelian 609 kapal (http://news.logistix.co.id/tol-laut-reduksi-biaya-angkut-sampai-45.html).
Jika dilihat salah satu permasalahan yang ingin diselesaikan dengan konsep tol laut adalah mengurangi disparitas harga di wilayah timur Indonesia, namun terdapat 2 pertanyaan
a.     Apakah studi kelayakan seluruh titik yang ditentukan sudah dilakukan?
b.    Dimana industri dan hinterlandnya telah tersedia?

Contohnya saja diwilayah Irian yang menjadi salah satu titik pelabuhan yang akan dibangun, jika tidak ada muatan yang dapat dibawa kembali dari irian setelah kapal berangkat dari priok (misalnya). Apakah kapal akan kembali dengan kosong? Bagaimana dengan cost yang telah dikeluarkan (biaya bahan bakar). Ibarat angkot dari terminal A membawa penumpang namun kembali dari terminal B dengan kondisi kosong.

Pembelian kapal yang begitu banyak juga belum dapat menentukan apakah semua kapal tersebut dapat beroperasi dengan efektif, karena untuk apa banyaknya kapal namun tidak ada muatan yang akan diangkut?

Dibalik itu semua adahal yang saya dapat dari seminar yang saya hadiri hari kamis tanggal 25 agustus 2016 http://www.atamerica.or.id/events/2555/Port-Management-and-Maritime-Infrastructure mengenai Port Management dan Infrastructure dengan sumber bicara Peter A. Dailey, Deputy Director, Maritime, Port of San Francisco.

Saya bertanya pada beliau. “Mana yang lebih penting pelabuhannya dulu? Atau Industrinya dulu agar terdapat muatan yang diangkut?
Beliau menjawab, “Menurut saya bangun pelabuhannya dahulu langsung itu tidak masalah, karena hal tersebut otomatis langsung mengundang investor dan akan membangun industri di daerah pelabuhannya”

Peliknya konsep Tol Laut ini pastinya terdapat positif dan negatifnya, namun harapannya hal tersebut dapat bermanfaat dan berdampak baik bagi negara kita, selain itu menurut saya, jika diperbolehkan perlu adanya transparasi bagaimana pemerintah menyusun perencanaan dan eksekusi dalam menjalankan program Tol Laut itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar